Kajian Analisis Wacana

Kajian Analisis Wacana: Melihat China dari Perspektif Penguasa dan
Masyarakat Indonesia
Oleh
Dwi Undayasari
(S-3 Linguistik, Universitas Pendidikan Indonesia)
Sumedang Metronasionalnews.com Hubungan Tiongkok (yang sekarang disebut China) dengan Indonesia sudah terjalin sejak dulu dan resmi diakui pada tahun 1950. Berdasarkan historinya, Tiongkok memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan Indonesia sebelum kemerdekaan Indonesia, masa orde lama, orde baru, maupun pasca reformasi. Keterlibatan Tiongkok di Indonesia meliputi berbagai bidang, diantaranya politik, perdagangan, ekonomi, sosial budaya, termasuk keterlibatan pada penyebaran agama Islam dan perjuangan Indonesia untuk merdeka. Oleh karena itu, populasi Tionghoa (orang keturunan asli Tiongkok) di Indonesia semakin besar, berdasarkan Poston, Dudley; Wong, Juyin (2016) memperkirakan populasi Tionghoa Indonesia mencapai lebih dari 8.010.720 jiwa, tetapi jumlah populasi Tionghoa di Indonesia pada saat ini masih simpang siur, beberapa peneliti mengemukakan bahwa populasi Tionghoa sekitar 10 juta jiwa lebih atau menempati 5% dari populasi Indonesia. Besarnya populasi mereka di Indonesia menjadikan China termasuk ke dalam 15 terbesar etnis atau suku di Indonesia.Hubungan China dengan Indonesia tidak selamanya baik. Banyak konflik yang terjadi pasca reformasi yang menjadikan perdebatan di kalangan masyarakat dan pemerintah Indonesia. Misalnya konflik yang baru-baru ini terjadi adalah terjadi bentrok pegawai China dengan pekerja Indonesia di PT. Gunbaster Nickel Industry, Morowali Utara. Ketidakadilan dirasakan oleh pekerja Indonesia mulai dari upah yang lebih rendah, perlakuan yang tidak layak, dan tidak terbukanya peraturan yang diberlakukan oleh perusahaan tersebut. Kasus lainnya yang menjadi sorotan adalah pengklaiman pulau Natuna oleh China, terdapat kapal-kapal milik China yang beredar di perairan Indonesia tanpa seizin, atau melanggar peraturan maritim Indonesia. Dan kasus yang masih menjadi perdebatan sampai saat ini adalah kerjasama China dengan Indonesia dalam pembangunan kereta cepat Jakarta Bandung pada pemerintahan Jokowi.
Masyarakat Indonesia merasa dibodohi oleh politik halus China yang ingin seolah-olah mengendalikan dan menguasai Indonesia secara perlahan. Sebagai contoh, banyaknya barang-barang China yang masuk ke Indonesia dengan harga yang lebih murah sehingga menurunkan perekonomian masyarakat Indonesia, mendatangkan pekerja-pekerja China untuk mengelola perusahaan dan proyek Indonesia, dan menjalin kerjasama pada sektor pembangunan dengan memberikan pinjaman dengan proses yang mudah dan cepat. Indonesia seharusnya lebih pintar dalam mengendalikan dan lebih bijak dalam mengambil keputusan atau apakah dibalik itu semua sebetulnya para penguasa dan pejabat pemerintahan mempunyai kepentingan tersendiri dibandingkan memikirkan kepentingan masyarakat Indonesia.
Dengan latar belakang permasalahan yang telah dikemukakan di atas, sehingga hal ini penting dan menarik untuk dikaji. Keberpihakan para penguasa terhadap China terlihat semenjak pasca reformasi sampai sekarang, tetapi keberpihakan tersebut tidak dapat dilihat secara kasat mata, oleh karena itu perlu adanya kajian untuk mengungkapkan keberpihakan atau tidak para penguasa terhadap China dan bagaimana masyarakat Indonesia memandang China.
Dari analisis tanda-tanda verbal yang ingin dibangun oleh media, penguasa, dan para
pegamat terkait kasus China dan Indonesia memperdalam kerjasama strategis dapat
disimpulkan bahwa setiap media memiliki cara masing-masing untuk menyampaikan informasi kepada khalayak sehingga mudah dipahami. Perbedaan metode ini terkait dengan intertekstualitas yang dipengaruhi oleh ideologi masing-masing media, pemilihan kosakata yang digunakan dalam teks berita, dan perbedaan genre teks. Ideologi ini terkait dengan target pembaca yang dituju.
Tanda verbal lainnya terkait persfektif penguasa dan masyarakat Indonesia terhadap China terdapat perbedaan. Para penguasa cenderung berpihak dibandingkan masyarakat Indonesia terhadap China. Keberpihakan tersebut terlihat dari pendapat yang dikemukakan oleh para penguasa maupun pejabat pemerintah yang mendukung program-program kerjasama dengan China, sedangkan para pengamat ekonomi merasakan bahwa kerjasama China hanyalah kedok untuk bisa mengendalikan Indonesia dalam berbagai sektor, masyarakat Indonesia tidak merasakan keuntungan yang didapat atas kerjasama para penguasa dengan China***

Advertisements
Ad 8

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *